Masih ingat lagu anak-anak yang berjudul “Aku anak sehat”.
Bunyinya teksnya seperti ini, aku anak sehat tubuhku kuat, karena ibuku
rajin dan cermat, selama aku bayi selalu diberi ASI, makanan bergizi dan
imunisasi, berat badanku ditimbang selalu, posyandu menunggu setiap waktu, bila
aku diare ibu selalu waspada, pertolongan oralit selalu siap sedia.
Lagu tersebut ada manfaatnya juga. Pemberian oralit sebagai
pertolongan pertama pada anak diare sudah diketahui sejak dulu. Sayangnya,
orang tua sering terlalu panik dan cemas bila anaknya diare sehingga melupakan
pesan penting dari lagu anak-anak tersebut.
Sebaiknya orang tua bersabar dan lebih tenang menilai
kondisi anaknya, pada dasarnya diare merupakan penyakit yang sembuh sendiri (self
limiting disease), yang dikhawatirkan dari diare adalah terjadinya
dehidrasi, karena itu orang tua harus tahu tentang pencegahan dehidrasi dan
tanda-tanda dehidrasi pada anak yang diare.
Bayi dan balita yang diare membutuhkan lebih banyak cairan
untuk mengganti cairan tubuh yang hilang melalui tinja dan muntah. Pemberian
cairan yang tepat dengan jumlah memadai merupakan modal utama mencegah
dehidrasi. Cairan harus diberikan sedikit demi sedikit dengan frekuensi
sesering mungkin.
Oralit merupakan salah satu cairan pilihan untuk mencegah
dan mengatasi dehidrasi. Oralit sudah dilengkapi dengan elektrolit, sehingga
dapat mengganti elektrolit yang ikut hilang bersama cairan.
Baca aturan penggunaan oralit dengan baik, berapa jumlah air
yang harus disiapkan untuk membuat larutan oralit, sehingga takaran oralit
dapat tepat diberikan. Larutan sup maupun air biasa cukup praktis dan hampir
efektif sebagai upaya rehidrasi oral untuk mencegah dehidrasi.
Cairan yang biasa disebut sebagai cairan rumah tangga ini
harus segera diberikan pada saat anak mulai diare. Berikan cairan dengan
sendok, sesendok tiap 1-2 menit. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan
minum langsung dari gelas/cangkir dengan tegukan yang sering. Jika terjadi
muntah, ibu dapat menghentikan pemberian cairan selama kurang lebih 10 menit,
selanjutnya cairan diberikan perlahan-lahan (misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit).
Selain pemberian cairan, pemberian ASI maupun makanan
pendamping ASI harus tetap dilanjutkan agar anak tidak jatuh dalam keadaan
kurang gizi dan pertumbuhannya tidak terganggu. Sebaliknya, larutan-larutan
yang hiperosmoler karena kandungan gulanya tinggi tidak boleh diberikan,
contohnya adalah teh yang sangat manis, soft drink dan minuman buah
komersial yang manis.
Orang tua pun harus tahu tanda-tanda memburuknya diare. Bawa
anak ke fasilitas pelayanan kesehatan atau ke dokter jika kondisinya tidak
membaik dalam 3 hari atau buang air besar cair bertambah sering, muntah
berulang-ulang, makan atau minum sangat sedikit, terdapat demam dan tinja anak
berdarah.
Jangan tunggu lebih lama jika anak menunjukkan tanda-tanda
dehidrasi, anak bersikap sangat rewel atau justru apatis dan lesu pada
dehidrasi yang lanjut. Untuk anak-anak yang kurang dari satu tahun, dapat
dilihat atau diraba ubun-ubunnya cekung. Pada dehidrasi yang ringan dan sedang,
anak tampak sangat kehausan, namun bila dehidrasinya berat, anak justru tidak
merasa haus lagi.
Dapat juga diperiksa turgor kulit pada daerah perut yang
akan berkurang kelenturannya jika anak mengalami dehidrasi. Caranya dengan
menjepit atau mencubit kulit selama 30-60 detik, kemudian lepaskan. Bila turgor
kulit masih baik, kulit akan cepat kembali ke keadaan semula. Bila tidak,
kembalinya akan lambat. Selain itu anak yang mengalami dehidrasi matanya akan
terlihat cekung, menangis tidak keluar air mata, tidak kencing, mulut dan lidah
terlihat kering.
Jika terjadi hal-hal tersebut maka anak perlu ditangani oleh
petugas kesehatan. Antibiotik tidak rutin diberikan, hanya pada kasus-kasus
tertentu saja dokter akan meresepkan antibiotik. Saat ini lebih sering
diberikan sejenis probiotik yang dicampurkan dalam cairan atau makanan anak.
Tujuan pemberian probiotik adalah memperbanyak "kuman baik" sehingga
dapat mempersingkat episode diare.
Sejauh ini, pemberian obat antidiare pada anak dapat
berisiko menimbulkan efek samping yang cukup berbahaya. Risiko tersebut dapat
berupa mual, muntah bahkan yang cukup berat, timbulnya ileus paralitik
(gangguan pada usus) yang dapat berakibat sangat fatal, bahkan tidak jarang
membutuhkan pembedahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar